Di tengah ketatnya persaingan, proyek-proyek propertinya berkembang dengan kinerja fenomenal. Apa hal berbeda yang dilakukan?
Kentjana Surya (57 tahun), investor properti asal Kalimantan, setengah tak percaya dengan harga rumah di kompleks Bumi Serpong Damai (BSD) Serpong, Tangerang. Tahun 2000 saat membeli dua unit rumah di salah satu cluster BSD untuk anaknya, harganya masih di bawah Rp 250 juta dan harga tanah per meter persegi baru sekitar Rp 450 ribu. Akan tetapi, Mei lalu, ketika mencoba melihat proyek baru BSD di cluster Heliconia, ternyata harganya sudah berlipat-lipat. Harga per unit di cluster itu, yang termurah mencapai Rp 2,4 miliar. Padahal, luas bangunannya kurang-lebih sama dengan unit yang dia beli 10 tahun lalu, 200-an m2. Anehnya, kenaikan harga tak menyusutkan minat orang. Cluster Heliconia sold out.
Perkembangan kasawan BSD Serpong memang mengundang decak kagum banyak pihak, tak hanya investor properti seperti Kentjana. Mereka yang tinggal di seputar Tangerang akan merasakan pesatnya geliat BSD yang kini sudah menjelma menjadi hamparan kota baru itu, sebuah kota mandiri di sebelah selatan Jakarta. Di kota baru ini, boleh dibilang semua serba ada, gedung-gedung modern bertingkat terhampar. Mulai dari sekolah (TK hingga kampus perguruan tinggi), pusat olah raga (termasuk lapangan golf), gedung perkantoran, dan tentu saja tempat favorit orang Indonesia: mal.
BSD sesungguhnya hanyalah satu bukti sentuhan midas Sinar Mas Land di bisnis properti. Anak usaha Sinar Mas ini memang piawai menyulap tanah di berbagai proyek propertinya menjadi emas bernilai mahal, melalui bendera PT Bumi Serpong Damai Tbk. dan PT Duta Pertiwi Tbk. Berbagai proyek properti yang dikembangkannya lebih dari sekadar meraih sukses atau laris, tetapi juga menjadi pionir.
Hal itu tak hanya di tanah Serpong, tetapi juga di sejumlah proyek lainnya. Sebut contoh di proyek Kota Deltamas, Cikarang. Lahan 3.000 hektare, yang awalnya lahan sawah tadah hujan nan sulit dijangkau, sukses diubah Sinar Mas Land menjadi kota saletit yang lengkap, terdiri dari kawasan permukiman, komersial dan industri terpadu. Sejak 2002, area itu dikembangkan menjadi kota mandiri, memiliki sederet cluster hunian yang diburu pembeli. Harga tanahnya terus membubung. Delapan tahun lalu harga masih sekitar Rp 250 ribu/m2, sekarang sudah mencapai Rp 2 juta/m2.
Contoh lain, proyek township Sinarmas Land di Bekasi, Grand Wisata. Dulunya proyek ini milik pihak lain dengan merek yang barangkali sangat familier: Kota Legenda. Proyek itu dimiliki konsorsium 8 pengembang besar, sempat hampir mati dan hampir-hampir menjadi tinggal legenda sebelum diakuisisi Sinarmas tahun 2004. Sinarmas mengakuisisi 53,52% saham PT Putra Alvita Pratama pengembang Kota Legenda Bekasi dan kemudian melakukan sejumlah gebrakan pengembangan di kawasan seluas 1.100 ha itu. Saat ini kota baru Grand Wisata ini juga menjadi salah satu primadona di wilayah timur Jakarta.
Tentu saja, selain BSD, Kota Deltamas dan Grand Wisata, masih banyak proyek properti Sinar Mas Land lainnya yang juga sukses. Sebut contoh lain, di segmen properti ritel, grup ini juga sukses mengembangkan mal dengan konsep ITC yang sekarang terkenal di seputar Jabodetabek.
Lantas, apa yang menjadi rahasia sukses Sinar Mas Land?
Bila diamati, sukses ini tak lepas dari mindset pengembangan properti yang dijalankan. Berbeda dengan pengembang lain yang cenderung lebih suka bersikap pasif menunggu lokasinya ramai, aksesnya bagus, dll. sejak awal Sinar Mas Land tak takut menjadi pionir. Sinarmas mau menjadi pihak yang mengawali. Memang ada konsekuensinya: investasinya lebih mahal. Namun, buahnya sangat sepadan. Bila sukses menjadi pelopor, umumnya akan menjadi pemimpin di bisnisnya.
Contoh paling konkret seperti dilakukan Sinarmas di BSD Serpong yang awalnya dirintis Salim, Ciputra dan Sinar Mas. Begitu menjadi pemegang pengendali dengan membeli saham mitra-mitranya, Sinar Mas langsung tancap gas membangun kawasan itu secara total. Kawasan ini dulunya sangat terpencil hingga sempat ada pelesetan BSD adalah akronim dari Bintaro Sonoan Dikit. Akan tetapi, nyatanya kini BSD justru menjadi ikon kawasan Serpong atau Tangerang yang dihuni 150 ribu orang. Bahkan, sukses Sinar Mas Land menggulirkan proyek BSD Serpong kemudian diikuti puluhan pengembang lain termasuk pengembang besar sekaliber Summarecon yang menyusul mengembangkan Serpong, membangun proyek-proyek satelit di seputar BSD.
Memiliki nyali menjadi pelopor. Tampaknya hal ini menjadi salah satu faktor yang mengantarkan Sinar Mas menjadi pengembang besar dan sukses. “Di BSD kami memiliki 6.000 ha, atau sama dengan setengahnya Kota Paris. Kami terus akan bangun dan saat ini yang sudah kami kembangkan 1.800 ha. Tiap tahun investasi kami di sini meningkat setidaknya 30%” kata Ishak Chandra, Direktur Pengelola Sinar Mas Land bidang Corporate Strategic and Services.
Mindset pelopor itu pada gilirannya membuat cara pengelolaan dan prinsip-prinsip bisnis yang dijalankan manajemen Sinarmas Land berbeda dengan pengembang pada umumnya. Sebut contoh, pengusaha properti lain umumnya punya prinsip bahwa kunci sukses usaha properti adalah lokasi, lokasi dan lokasi. Ini sudah menjadi kaidah umum yang biasa dipegang kebanyakan pengusaha properti. Namun, Sinarmas Land berbeda. “Bagi kami, bukan lokasi, lokasi dan lokasi, namun akses, akses dan akses. Nggak banyak membantu lokasi bagus dan jaraknya dekat dengan pusat kota namun aksesnya susah” Chandra kembali menjelaskan.
Karena cara pandangnya itu, tak mengherankan, grup ini selalu berusaha membangun aksesibilitas pada setiap proyeknya di tahap awal pengembangan kawasan. Khususnya dengan membuka sumbat-sumbat transportasi. Cara yang biasa dilakukan antara lain dengan membuka akses tol ke proyek-proyeknya. Dan ini bukan isapan jempol. Pada proyeknya di BSD, misalnya, saat ini sudah ada dua ruas jalan tol yang bisa digunakan: tol Jakarta-Tangerang dari Jakarta melalui simpang susun Tomang kemudian keluar Tangerang pada Km 18, lalu tol Bintaro-Serpong, yang terhubung dengan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR). Pada akses tol yang kedua ini terdapat dua pintu keluar menuju BSD City, yaitu Lingkar Barat (Km 12) dan Lingkar Timur BSD (Km 10).
Hal yang sama dilakukan Sinar Mas di Grand Wisata dan Kota Deltamas. Pada proyek Deltamas, Sinar Mas membangun simpang susun pintu tol (interchange) di Km 37 jalan tol Cikampek sehingga kawasannya bisa langsung terhubung dengan jalan tol Jakarta Cikampek. Setelah tol ini selesai dibangun tahun 2002, pemasaran propertinya baru kemudian mulai dijalankan. Pintu tol baru itu menjadi lompatan akses karena sebelum ada tol, untuk menempuh kawasan itu butuh perjalanan memutar selama satu jam dengan kondisi jalan yang apa adanya. Strategi yang sama dilakukan Sinarmas setelah mengakuisisi proyek Kota Legenda dan menjadikannya Grand Wisata. Manajemen Sinar Mas Land berani membuka akses pintu tol baru di Km 21 jalan tol Jakarta-Cikampek sejak akhir Agustus 2007.
Ya, memang, strategi seperti ini tidak bisa dijalankan pemain yang langkahnya tanggung. Sinar Mas, di sisi lain, tampak tidak canggung dan berani investasi tinggi di awal, demi menaikkan daya tarik calon pembeli. Untuk membuka akses tol di Grand Wisata, misalnya, perusahaan ini kabarnya menghabiskan dana lebih dari Rp 50 miliar. Apalagi, di pintu akses tol itu dibangun jembatan cable stayed dengan desain menarik, membentang di atas jalan tol sepanjang 80 m tanpa tiang penyangga. Jembatan bergaya modern kontemporer dengan ciri khas menara lengkung setinggi 40 meter itu didesain arsitek muda kondang, Ridwan Kamil. kini menjadi simbol sekaligus gerbang utama Grand Wisata
“Kami membuat properti mengacu pada satu aspek, yakni apa yang diinginkan konsumen. Kami lihat apa yang dibutuhkan konsumen dan kami membuatnya sesuai ekspektasi mereka. Keinginan konsumen antara lain ingin lokasi dengan akses bagus. Kedua, investasi tumbuh dengan cepat. Ketiga, likuid bila dijual. Kami bukan hanya sekadar membangun properti, tapi kami juga membangun segala aspek sehingga value properti itu meningkat. Kami bangun fasilitas” papar Chandra ketika ditanya kunci sukses Sinar Mas Land.
Hal senada dikemukakan Panji Himawan, Manajer PR Sinarmas Land. “Kami ingin pada kawasan yang kami bangun penghuninya bisa tercukupi semua keperluannya. Baik ayahnya, ibunya dan juga anak-anaknya, semua bisa dipenuhi di kompleks itu” Himawan yang mantan presenter Global TV itu menjelaskan.
Himawan memberi contoh di BSD. Di sana ayahnya bisa berkantor karena banyak gedung perkantoran. Bila ibunya ingin ke mal atau mencari kebutuhan gaya hidup, juga tersedia berbagai jenis gerai ritel fashion dan gerai ritel kebutuhan pokok seperti Giant. Demikian pula dengan pendidikan anak, tersedia banyak pilihan sekolah (kampus) dari jenjang pendidikan terbawah hingga kuliah. Kemudian bila ingin berolah raga, mulai dari lapangan golf hingga lapangan tenis juga tersedia.
Keperluan kesehatan juga diperhatikan. Di BSD, misalnya, sudah dibangun Eka Hospital, sebuah rumah sakit berfasilitas modern. Kemudian, untuk kemudahan transportasi, selain membuka pintu tol baru, juga dikembangkan transportasi shuttle bus atau feeder busway dengan lebih dari satu rute yang menghubungkan kawasan perumahan di proyek Sinarmas itu dengan pusat-pusat lain. Dalam hal ini BSD bersifat proaktif, tidak menunggu demo warga. Inisiatif menarik lainnya: manajemen BSD segera akan memoles Stasiun Cisauk Tangerang yang selama ini biasa dipakai warga BSD menjadi stasiun percontohan. ” Kami sudah ada kesepakatan dengan PT Kereta Api” kata Himawan.
Manajemen Sinar Mas Land tampaknya tahu betul, yang dipertimbangkan konsumen bukan semata-mata lokasi yang bagus, tetapi juga prasarana di dalamnya. Sarana dan prasarana juga menjadi bagian dari sebuah produk properti. Karena cara berpikirnya komprehensif, memberi banyak fasilitas, dan membangun untuk jangka panjang dan skala yang besar, Sinar Mas mengembangkan model kemitraan dalam membesarkan proyek-proyeknya. Tidak membangun sendirian. Terutama, menggandeng pemain-pemain yang memiliki reputasi bagus untuk beroperasi di proyek-proyek Sinar Mas.
Di Kota Deltamas, antara lain digandeng Pemda Bekasi untuk berkantor pusat di Kota Deltamas. Sebab itu, pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi saat ini ada di Kota Deltamas. Bahkan bukan hanya kantor pusat Pemda, juga Kantor DPRD Kabupaten Bekasi serta pusat layanan seperti kantor kejaksaan dan kantor polisi ada di lokasi ini. Sebanyak 4.000 karyawan pemerintahan beraktivitas di Deltamas. Sinarmas Land juga menggandeng Korean University untuk berkampus di sana, juga mengajak Institut Teknologi Bandung mendirikan kampus Institut Teknologi dan Sains Bandung. Beberapa sekolah dari Jepang, Korea, Cina, hingga lokal pun sudah digandeng.
Tak lupa, Sinarmas Land juga menggandeng para pebisnis yang punya reputasi bagus. Contohnya, kawasan industri Greenland di Deltamas yang luasnya 50 ha, semuanya sudah habis terisi, pengembang sudah menggandeng 166 perusahaan manufaktur. Adapun di Greenland International Industrial Center (GIIC) yang seluas 1.000 ha, 200 ha di antaranya sudah diambil investor Cina (BUMD Pemerintah Guangxi, Cina) karena mereka mendirikan Kawasan Industri Terpadu Indonesia-Cina di Deltamas.
Di BSD setali tiga uang. Sinarmas membangun kemitraan dengan pihak-pihak ternama untuk berkembang bersama di BSD. Di bidang pendidikan, misalnya, menggandeng Swiss-German University dan Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya. Kemudian untuk kalangan dunia usaha, menggandeng pemain-pemain besar seperti BCA, Giant, Teras Kota, Unilever dan para ATPM mobil untuk mendirikan cabang utama di sana. Unilever Indonesia, misalnya, bahkan segera akan memindahkan kantor pusatnya ke BSD dalam waktu dekat. Maklum, di BSD juga sudah tersedia berbagai gedung perkantoran bertingkat yang didesain ramah lingkungan, seperti BSD Green Office Park, Edutown, Einstein Park, serta ada pula perkantoran Sunburst Office Park dan Commercial Park.
Di sisi lain, harus diakui, sukses proyek Sinar Mas Land pun tak lepas dari pengembangan produk yang cukup inovatif dan dikemas berbeda. Antara lain, berani memelopori pembangunan unit-unit rumah yang unik dengan mengusung tema-tema tertentu seperti yang dilakukan di Kota Wisata Cibubur (cluster Wina, Monaco, Virginia, Amerika, Georgia, dll.) dan Kota Bunga (Puncak). Hal ini kemudian juga diikuti sejumlah pemain properti lainnya. Di BSD, Grand Wisata dan Deltamas juga dilakukan hal serupa. Di BSD, disediakan berbagai pilihan residensial yang berbeda, mulai dari The Caspia, de Park, The Icon, Foresta, Green Cove, de Latinos, Sevilla, The Green, Taman Tirta Golf, Vermont, The Castilla, hingga Neo Catalonia. Mereka sukses mendesain produk properti yang unik, diminati konsumen, dan berbeda dengan yang ada di pasar.
Belum lagi, selain membuat produknya menarik, Sinarmas juga menambahi dengan kemasan plus. Sebut contoh, dengan membuat fasilitas sosial yang mencolok atau taman rekreasi yang menaikkan kelas/citra proyek itu. Sebagaimana di Grand Wisata, Sinarmas membangun Celebration Plaza, taman rekreasi seluas satu ha yang menjadi ruang publik untuk berbagai kegiatan kesenian dan hiburan. Plaza ini juga dilengkapi Celebrity Walk of Star yang bisa menjadi tempat para artis kenamaan Indonesia membubuhkan cetak tangan (hand print) dan tanda tangan. Di Kota Wisata Cibubur, membuat sejumlah kampung wisata (Cina, Belanda, dll.). Di BSD juga membuat taman rekreasi seperti Ocean Park, tempat wisata petualangan air terbesar di Asia Tenggara. Intinya, dalam membangun proyek properti, Sinar Mas tidak menjalankannya dengan tanggung.
Selain itu, Sinar Mas Land juga selalu mengikuti tren dalam pengembangan proyeknya, mulai dari tren desain dunia hingga tren sosial. Contoh mutakhir adalah isu lingkungan dan green business. Maka, sekarang konsep green itu sangat memengaruhi Sinarmas Land yang diwujudkan dalam produk-produknya ataupun pengelolaan proyek yang memperhatikan aspek green. Di BSD, misalnya, selain di hunian-hunian cluster yang ditawarkan sudah diadopsi konsep green, di kawasan komersial dan perkantoran pun pembangunannya diselaraskan dengan konsep itu.
Sebenarnya, menurut Chandra, kunci sukses dan strategi masing-masing proyek properti di Sinarmas Land, baik yang dikelola PT Duta Pertiwi Tbk. maupun PT BSD Tbk., berbeda-beda. Tergantung pada lokasi dan segmen yang digarap. Maklum, selama ini proyek properti yang digarap Sinarmas Land memang beragam, dari landed house hingga hospitality.
Selama ini Sinarmad Land membagi proyeknya ke dalam beberapa kategori. Pertama, proyek pengembangan city atau kota mandiri. Ini seperti yang sudah dilakukan pada BSD City dan Kota Deltamas. Proyek di Sinarmas bisa dimasukkan dalam kategori ini bila lahan yang digarap minimal 2.000-3.000 ha agar bisa dikembangkan bersinambung. Kedua, proyek township, skalanya lebih kecil dari city, yakni 400-1.000 ha. Contohnya, Grand Wisata dan Kota Wisata.
Ketiga, proyek residensial, untuk lahan 50-100 ha. Contohnya, Perumahan Permata Buana dan Banjar Wijaya (Tangerang). Keempat, proyek komersial, dibagi dua, yakni office building dan ritel. contoh ritel ialah proyek ITC yang sudah banyak dikembangkan. Kelima, apartemen kondominium biasanya menyatu dengan ruang ritel yang lebih populer dengan sebutan superblok atau mix used property. Keenam, gedung perkantoran. Ketujuh, hotel. Kedelapan, kawasan industrial.Sinarmas memiliki dua properti resor (Kota Bunga Puncak dan Spring Golf and Resort), tiga hotel (Grand Hyatt Jakarta, Le Grandeur Balipapan dan Jakarta), 7 office building (ITC Mangga Dua, Plaza BII, Wisma BII Jakarta, Wisma BII Medan, Wisma BII Surabaya, Wisma Eka Jiwa dan Wisma BCA). Lalu, ada 10 mix used property, yakni DP Mall Semarang, ITC Depok, ITC Surabaya, Plaza Indonesia, Superblok Ambasador Kuningan, Superblok Cempaka Mas, Superblok Fatmawati, Superblok Mangga Dua, Superblok Permata Hijau dan Superblok Roxy Mas.
Kemudian, juga memiliki 11 residensial estate seperti Telaga Golf Depok, Grand Wisata, Kota Wisata, Kota Wisata, Legenda Wisata dan Taman Permata Buana. Terakhir, masih ada tiga industrial estate yaitu GIIC, Deltamas dan BSD Techno Park. Dari sekian banyak produk properti itu, kontribusi terbesar pendapatan terletak pada township dan city development yang mendekati 50%. Sejauh ini sekitar 60% pendapatan grup dikontribusi pendapatan BSD. Dengan lebih dari 10.000 ha landbank yang dimiliki, tak pelak lagi Sinarmas Land kini memang merupakan grup pengembang properti terbesar dan paling beragam di Indonesia.
Dalam melakukan investasi untuk mengembangkan proyek-proyeknya, khususnya proyek besar, biasanya Sinarmas menggandeng mitra investor lain dari luar negeri. Beberapa mitra terpentingnya ialah Marubeni, Land and House (Thailand), Itochu, Sojitz (Jepang), dan LG. Di proyek Kota Deltamas, misalnya, Sinarmas menggandeng dua perusahaan Jepang, Itochu dan Sojitz belum lama ini saham Sojitz telah dijual. Kemudian, pada proyek Kota Wisata Cibubur, Sinar Mas (Duta Pertiwi) menjalin investasi bersama Marubeni, Land and House dan LG. Dalam menjalin kemitraan investasi ini, Sinar Mas berusaha menjadi leading shareholder karena pada akhirnya sukses sebuah proyek tergantung pada siapa yang memimpin proyek itu. “Dulu BSD juga punya beberapa investor, tapi tahun 2003 Sinarmas menjadi major shareholder, lalu kami kelola lebih profesional dan agresif sehingga BSD menjadi seperti saat ini” kata Chandra.
Anton Sitorus, pemerhati bisnis properti yang juga Kepala Riset Jones Lang Lassale, melihat Sinar Mas Land memiliki positioning kuat sebagai pengembang papan atas. “Mereka cerdas dalam melihat pasar dan segmen, terutama bila melihat kiprahnya di BSD dan Deltamas” katanya. Menurutnya, Sinar Mas sukses membangun BSD yang kini menjadi kota mandiri, dari daerah yang dulunya tak memiliki daya tarik kuat. “Mereka mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa dengan membenahi semua infrastruktur” ujar Anton.
Hal yang sama juga dilakukan pada proyek Kota Deltamas dan proyek ITC-nya yang tak pernah sepi dari tenant, apalagi pengunjung. Namun, sementara pihak Sinar Mas melihat akses sebagai faktor kunci, Anton tetap berpinsip klasik. “Konsep dan pemilihan lokasi yang dipilih menjadi kunci sukses Sinar mas Land untuk produk pusat perbelanjaan” katanya.
Meski demikian, Anton tetap memberi catatan. Ke depannya, Sinar Mas Land mesti lebih peka terhadap isu lingkungan, apalagi bisnis terbesarnya berasal dari pembangunan perumahan (landed house). Selain itu, harus konsisten dalam menjalankan master plan pembangunan proyek. “Bila pengembang konsisten dengan master plan” ujarnya. hal itu akan berdampak pada value jangka menengah dan panjang pada properti itu sendiri.
Catatan itu tentunya layak diperhatikan. Manajemen Sinar Mas Land sendiri tampaknya tak mau berhenti belajar dan mengembangkan organisasi. Meski pada masa lampau telah sukses, perubahan terus dilakukan. Dari sisi pengelolaan aset, misalnya, dulu setiap PT dikelola sendiri-sendiri sehingga baik PT Duta Pertiwi maupun PT BSD berjalan sendiri. Sejak beberapa bulan lalu, pengelolaan aset lebih dikonsolidasikan secara terpadu agar diperoleh benefit dari value chain dan lebih efisien. Saat ini pengelolaan aset berdasarkan segmen bisnisnya (komersial, landbank, redisensial, dll.). Jadi seorang CEO bidang komersial, misalnya, mengelola aset komersial dari PT yang berbeda-beda karena tugasnya meliputi seluruh grup. Dia mengelola properti komersial baik di PT Duta Pertiwi maupun PT BSD. Saat ini sebagai CEO Group ialah Michael Widjaja, putra Mukhtar Widjaja.
Ke depannya, strategi kelompok Sinar Mas di properti memang akan memperkuat brand Sinar Mas Land dan mengintegrasikan dua gajah “PT BSD dan PT Duta Pertiwi” secara manajerial. Dalam rangka restrukturisasi ini Sinarmas dibantu Boston Consulting Group. Program ini tak lepas dari cita-cita Sinarmas Land menjadi leading property developer di Asia Tenggara. saat ini sedang ekspansi ke Malaysia, Singapura dan Cina. Nama Sinar Mas Land dirasa penting untuk dibangun karena terkait kepercayaan. “Kami ingin menyatukan unit bisnis menjadi sebuah umbrella supaya mudah dikelola dan memiliki visi dan tujuan yang sama” Chandra menjelaskan.
Tahun ini Sinar Mas Land menargetkan penjualan Rp 4 triliun. BSD sendiri tahun ini membangun The Breeze, mal dengan nett leasable area seluas 24.300 m2 dan gross floor seluas 53.000 m2. Selain itu, juga membangun Sinar Mas Land Building di atas lahan seluas 2,5 ha dengan nilai investasi sekitar Rp 100 miliar dan akan beroperasi di kuartal keempat/2011. Ke depannya, Sinarmas Land memang akan memperbesar porsi pendapatan berulang (recurring income) seperti pendapatan sewa menjadi sebesar 40%. Untuk mencapai posisi itu, akan dilakukan ekspansi dengan membangun dan mengakuisisi proyek-proyek properti yang kemudian dikembangkan dengan pola sewa. Saat ini pendapatan masih didominasi penjualan dari unit-unit baru yang dibangun.
Kalau porsi recurring income berhasil digenjot, tak pelak, pundi-pundi emasnya pun kian membengkak.
Tulisan bersumber dari SWA sembada edisi 7-17 juli 2011, ditulis oleh Sudarmadi, reportase oleh Ario Fajar, dan foto oleh Rudyanto Wibisono
Leave a Reply