“Saya melihat telekomunikasi itu salah satu kebutuhan pokok, orang kan perlu bicara, nah salah satu alat penunjangnya ya telepon,” katanya di Jakarta, belum lama ini.
Ingin mencoba hal yang baru dan mencari karier yang dianggap lebih mapan, akhirnya pria kelahiran Surabaya 14 Januari ini bergabung dengan perusahaaan telekomunikasi. dia melihat pada era 90-an telekomunikasi mulai meningkat, apalagi ketika itu GSM belum ada. Dia pun bergabung dengan Ericsson. Di sini dia bertahan selama 17 tahun, yakni periode 1991 hingga 2008.
Setelah itu dia bergabung dengan Mobile 8. Di perusahaan telekomunikasi ini Susanto hanya bertahan selama 1,5 tahun karena ketika itu terjadi perubahan kepemilikan dan akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari Mobile 8.
Lepas dari perusahaan tersebut, akhirnya April 2011 dia bergabung dengan ZTE Indonesia. “Saya join untuk bangun satu divisi baru untuk open market,” ujarnya.
Bekerja di telekomunikasi, menurut Susanto cukup mudah. Menurut dia, sebagai pemain yang terbilang cukup muda, teknologi ZTE tidak kalah dengan yang sudah ada sebelumnya dan yang lain. “Tantangannya justru dari mind set. Awalnya hanya bergantung dengan operator, sekarang kami jualan langsung,” ungkapnya.
Susanto mengaku tak khawatir dengan pendapat yang ada di masyarakat yang meragukan kualitas produk buatan Tiongkok. “Saya justru surprise dengan tanggapan orang-orang yang saya ajak bicara. Walau ZTE buatan Tiongkok, mereka melihatnya bukan di situ,” tandasnya. Dia menjamin kualitas produknya bisa disetarakan dengan produsen lain yang sudah lama eksis. “Produk kita itu pabrikan, kualitas produksi terjamin dan legalitasnya ada,” jelasnya.
Perusahaan asal Tiongkok ini memutuskan untuk open market setelah sebelumnya selalu melakukan penjualan dengan cara bundling dengan operator seluler. “Karena dari open market segment, kemungkinan kita bisa melakukan penjualan hingga 80 persen, kalau operator paling hanya 25 persenan,” lanjutnya.
Lama berkarier di beberapa bidang, Susanto mengaku banyak suka duka yang dialami. “Tapi sukanya lebih banyak. Karena nikmati pekerjaan,” katanya.
Sebagai pimpinan yang baik, dia selalu sharing dengan bawahannya. “Saya ingin setelah sekian lama bekerja, dengan ilmu yang saya punya, bisa membangun anak muda supaya lebih baik,” tuturnya.
Susanto mengaku menikmati kariernya di dunia telekomunikasi. “Yak arena bisa ketemu orang-orang. Telekomunikasi itu dinamis, pasar bisa berubah sewaktu-waktu, dan saya selalu melihatnya dengan optimistis karena perkembangan industry HP hebat sekali,” ujarnya.
Untuk membangun tim yang solid, Susanto mengatakan dibutuhkan satu misi yang sama. “Meski background beda-beda, selama satu visi, kita tetap bisa kerja sama. Dan spririt juga penting, jangan lihat kerjaan itu sebagai beban tapi sebagai hobi,” katanya.
Dengan apa yang sudah dicapainya saat ini, sudah merasa sukseskah ia? “Sukses itu relating. Saya hanya melaksanakan apa yang ditugaskan pada saya, dan saya melakukannya dengan senang,” tandasnya. Pria yang mengambil gelar MBA di IPMI itu berkeinginan ke depannya tim yang dibangun saat ini bisa sukses.
Sibuk dengan pekerjaan tak lantas membuatnya lupa dengan hobinya membaca buku. “Saya senang membaca buku-buku psikologi. Selain itu juga saya senang olahraga golf,” katanya. Selain itu, karena ketiga anaknya tak ada yang tinggal di Indonesia, dia lebih banyak memanfaatkan waktunya dengan sang istri. “Ya sekarang waktunya banyak sama nyonya. Paling jalan-jalan” pungkasnya.
Sumber : Investor Daily Indonesia edisi 14 September 2011 oleh Imam Suhartadi
Leave a Reply