Ditulis oleh Gwyneth Paltrow, Aktris, Penulis, dan Pendiri/CCO goop
Artikel ini juga diterbitkan pada laman LinkedIn milik Gwyneth Paltrow
Keputusan yang saya buat pada 2008 untuk memulai apa yang kini berwujud menjadi goop.com, mungkin adalah salah satu bentuk dari jiwa liar yang saya miliki, dan mungkin tak terlalu saya pikirkan dengan matang sebelumnya. Saat itu, saya punya pekerjaan yang sempurna, dan meskipun saya tidak terlalu mengharapkan akan seperti apa goop nanti, saya pernah berpikir di dalam hati akan seperti apa nantinya, dan saya berusaha membentuknya sedemikian rupa hingga menjadi seperti sekarang. Saya pernah – dalam beberapa tahun terakhir – menjadi teman yang siap ditelepon setiap saat untuk berbagi instruksi mengenai cara menyiapkan hidangan untuk kencan, apa saja restoran yang baru dan patut dicoba di New York, apa saja yang harus dilihat dalam durasi 48 jam pada perjalanan wisata pertama kita di Paris.
Saat itu, segalanya menjadi masuk akal bagi saya setelah menjadi agregator akan apa yang menurut saya adalah informasi yang menarik, seorang kurator bagi teman dan keluarga saya, untuk lalu membuka informasi tersebut kepada khalayak ramai. Reaksi yang timbul pada saat itu cukup luar biasa. Tiba-tiba saya memiliki puluhan ribu pelanggan yang sangat, sangat engaging, dan tampaknya banyak pula jurnalis dan publik pada umumnya yang tercengang dengan alasan di balik keputusan saya untuk melakukan ini. Ada beberapa halaman artikel di New York Times yang mencoba menelaah keputusan saya, yang kelihatannya merupakan tanggapan disproporsional yang tidak beralasan mengenai sebuah blog sederhana yang saya harap dapat menjadi fondasi untuk sesuatu yang besar suatu hari nanti.
Mengutip ucapan David Bowie, “Jangan pernah menjadi orang pertama yang melakukan sesuatu, tetapi jadilah yang kedua,” – sebuah nasihat yang tidak saya dengar saat itu. Bukan berarti saya adalah yang pertama memiliki mimpi untuk menciptakan sebuah merek lifestyle. Dan saya tidak yakin bahwa secara empiris hal ini benar, namun saya diakui sebagai seorang aktris pertama di kalangan saya yang menjadi seorang pendiri perusahaan, seorang entrepreneur. Mungkin di ranah digital, saya kira saya yang pertama.
Saya masih mendengar teriakan yang bahkan kini masih terdengar gaungnya, dan saya mendengarnya dalam beberapa cara berbeda. Salah satu cara yang paling tajam adalah bagaimana saya sering diadu satu sama lain dengan beberapa wanita lain yang telah mengikuti jalannya masing-masing di ranah ini seperti saya, dalam sebuah keanehan triangulasi imajiner yang bahkan kami merasa baik-baik saja satu sama lainnya. Namun media, terus mengikuti perkembangannya dan memperkeruh keadaan ini, sambil berharap bahwa kami benar-benar saling memiliki permasalahan.
Ada banyak macam-macam tantangan yang saya alami selama mengarungi dunia ini sebagai seorang wanita yang sebelumnya amat terkenal akan kiprahnya di dunia lain, dan terkadang ketenaran yang saya raih dari karier saya sebelumnya memberikan saya, sebagai seorang pendiri perusahaan startup, serangkaian permasalahan yang sangat unik. Saya tidak pernah benar-benar memikirkan berbagai hal-hal kecil yang keliru yang dituliskan media (walaupun itu tidak sepenuhnya benar; saya sering memikirkannya di tahun 90-an, namun kini saya terlalu tua untuk mempedulikan apa yang dituliskan tabloid-tabloid tentang saya, baik itu tentang mengapa saya tidak memakan kentang goreng, atau jika saya menghabiskan malam dengan seseorang yang bahkan tidak akan saya sentuh meskipun menggunakan sebuah tiang berukuran 10 kaki), akan tetapi kini ada konsekuensi yang lebih berat.
Ada perbedaan ketika ibu Anda menelepon untuk menanyakan apakah benar bahwa Anda benar-benar sedang mencari cincin untuk pertunangan (tentu saja, tidak) dan bank tempat Anda meminjam modal usaha menelpon untuk berkata “Apa yang sebenarnya terjadi?” ketika mereka membaca beberapa berita buruk yang membahas tentang rencana Anda untuk meninggalkan bisnis Anda sendiri. Hal ini membuat saya berada di persimpangan yang terkadang menantang: apa yang harus Anda lakukan terhadap kehidupan kerja lama Anda dan apa perangkat yang terus terbawa, jika perangkat tidak relevan, terkadang merusak, dan tidak ada ruang untuk hal tersebut di karier baru Anda.
Ketika saya melakukan kilas balik akan kehidupan profesional saya selama ini; saya menyadari dua hal: saya tidak pernah “bermain” mengikuti aturan dan saya selalu mengikuti insting, meskipun terkadang hasil yang saya dapatkan kurang baik. Ketika saya berakting setiap saat, terkadang saya merasa kesal pada orang yang salah dan memilih film yang salah pula. Ada pula pilihan – tentang orang-orang dan film – yang baik juga, namun pilihan tersebut tidak selalu datang dengan pertimbangan yang hati-hati atau strategi jangka panjang. Saya selalu bergulat dengan bocah punk rock yang berada dalam diri saya yang ingin mendobrak tradisi dan melakukan segalanya semau diri sendiri. Kadang hal ini membawa saya pada air panas, namun hal tersebut menuntun saya untuk menjadi seperti apa saya sekarang.
Dan seperti apa saya kini?
Pada dasarnya, kini saya meninggalkan karier dimana banyak orang yang menjadi penjilat menjadi seorang yang selalu berada dalam tekanan dari VC (perusahaan Venture Capital) atau jajaran direksi dalam perusahaan saya kini. Dulu saya selalu khawatir mengenai diri sendiri, namun kini saya bertanggung jawab tak hanya pada diri saya, namun juga kepada mata pencaharian milik lebih dari 50 orang di perusahaan saya. Kini saya sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencari cara bagaimana menjalankan strategi yang telah saya dan tim ciptakan untuk menjadikan goop sebagai merek lifestyle nomor satu secara global (seorang wanita boleh bermimpi, bukan?), sambil di saat bersamaan mencoba untuk terus mendapatkan keuntungan sebelum pendanaan seri B saya habis. Semuanya saya jalani secara profesional dan bahagia, hal yang tak pernah saya rasakan sebelumnya. Kurang lebih seperti itu.
Pelajaran yang saya dapatkan? Bocah punk rock dalam diri saya memegang peranan penting dalam keputusan yang telah saya buat, namun, dia perlu untuk dijinakkan dan sangat perlu untuk berpikir sebelum berbicara. Budaya adalah segalanya. Merekrut adalah segalanya. Kepercayaan diri adalah yang paling utama. Dan yang penting, walaupun dunia berpikir saya meninggalkan goop ketika pernyataan saya tentang ingin agar brand tersebut tidak memerlukan saya dipelintir oleh media, bisnis sama sekali tidak terpengaruh. Artinya, visi orisinil saya sangatlah mungkin untuk direalisasikan. Meskipun saya mungkin berada di dalam parit setiap saat, goop kini sedang berada di dalam perjalanan menjadi lebih besar dari apa yang pernah saya raih sebelumnya. Sebuah mimpi yang sangat tidak Hollywood sama sekali.
Leave a Reply