Jakarta, 9 Desember 2014 – Dengan semangat mendukung Hari Penyandang Cacat Dunia yang jatuh pada tanggal 3 Desember, Save the Children mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam mewujudkan persamaan hak dan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus melalui program Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) juga pelayanan di Sekolah Inklusi dan Sekolah Luar Biasa. Save the Children, sebuah organisasi non-profit dunia, telah menjalankan program Family-based Care for Indonesian Children with Disabilities (Program Kepedulian Anak Berkebutuhan Khusus Berbasis Keluarga) sampai dengan akhir Oktober 2014 di 6 kabupaten / kota di sekitar Bandung, Jawa Barat.
“Tujuan dari program ini adalah pada tahun 2015, semua Anak dengan Disabilitas dan keluarganya di Indonesia, khususnya di target area project, mendapatkan haknya melalui akses rehabilitasi berbasis masyarakat, dukungan masyarakat, dan pendidikan yang berkualitas,” ujar Wiwied Trisnadi, selaku Project Manager Save the Children. Lebih jauh beliau menambahkan bahwa melalui kegiatan berbasis masyarakat ini, orang tua anak disabilitas dapat lebih percaya diri dan diterima oleh lingkungannya.
Menurut data dari TNP2K tahun 2011, jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 18.000 anak. Di tahun yang sama, pemerintah Indonesia pun telah mengesahkan UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) atau Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dengan undang-undang no.19 Tahun 2011[1], sebagai salah satu usaha untuk menjamin persamaan hak untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Namun demikian, sampai dengan saat ini, masih banyak masyarakat yang memiliki stigma tertentu terhadap anak berkebutuhan khusus. Akibatnya, diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus tetap terjadi di tengah-tengah masyarakat, sehingga orang tua enggan ataupun malu untuk membawa anaknya ke pusat layanan kesehatan, rehabilitasi, maupun sekolah. Hal ini menyebabkan fenomena Anak dengan Disabilitas terkunci di dalam keluarga.
Dengan kondisi yang demikian, Save the Children, dengan mendapat dukungan dari IKEA Foundation, berinisiatif untuk memfasilitasi program untuk anak berkebutuhan khusus berbasis keluarga (Family-based Care for Indonesia Children with Disabilities), melalui kegiatan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) atau Community-based Rehabilitation (CBR). Hingga saat ini, Save the Children telah mendirikan sebanyak 184 RBM dengan dukungan dari 312 kader (volunteers) untuk memfasilitasi 2,853 Anak dengan Disabilitas. Tidak hanya berhenti sampai di situ, Save the Children juga bekerjasama dengan Dinas Pendidikan tingkat propinsi dan setempat untuk memberikan pelayanan di 31 sekolah inklusif dan 14 Sekolah Luar Biasa. Sampai dengan saat ini, jumlah anak berkebutuhan khusus yang telah bersekolah telah mencapai 436 anak.
Wilayah kerja Save the Children saat ini tersebar di 6 Kabupaten/ Kota, yaitu: Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Kegiatan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat ini mencakup 193 desa, di 57 kecamatan yang ada di 6 kabupaten/kota tersebut. Save the Children secara erat bekerjasama dengan pemerintah baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota hingga tingkat desa. Mereka juga bersinergi dengan kelompok masyarakat terkait, forum keluarga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), rumah sakit dan lembaga lain yang fokus pada perlindungan anak, khususnya isu Anak dengan Disabilitas.
Bapak DR. Wahyu Hartomo, MSc selaku Deputi Perlindungan Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan dukungannya kepada Save the Children, “Kami menyambut baik program yang sedang dijalankan rekan-rekan Save the Children untuk mendukung persamaan hak dan kesempatan bagi anak-anak disabilitas, karena sampai dengan saat ini, walau sudah banyak jaminan dari undang-undang untuk anak berkebutuhan khusus, ternyata hak-hak anak berkebutuhan khusus belum sepenuhnya terpenuhi, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kondisi sosial dan keterbatasan kemampuan keluarga”.
Ririn Basuki, Humas IKEA Indonesia sebagai perwakilan dari IKEA Foundation menyatakan, “IKEA sangat bangga bekerjasama dengan Save the Children sejak tahun 1994, dan kami terus mendukung program Rehabilitasi Berbasis Masyarakat dengan memfasilitasi pengasuhan berbasis keluarga, termasuk untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia. IKEA Foundation bemaksud untuk memperbaiki kesempatan bagi anak-anak dan remaja dengan menyalurkan dana holistik, program jangka panjang yang menciptakan substansi, perubahan jangka panjang, dan memberikan kesempatan untuk mereka dalam meraih masa depan yang lebih baik, serta menerapkan pendekatan inovatif dalam meraih hasil yang nyata di bidang mendasar pada kehidupan seorang anak.”
Tentang Save the Children
Save the Children telah terbentuk di Indonesia sejak tahun 1976. Tim yang terdiri dari para profesional berkomitmen untuk menciptakan dunia yang memberikan hak untuk kelangsungan hidup, proteksi, perkembangan dan partisipasi bagi setiap anak. Misi kami adalah memberikan inspirasi untuk penorobosan-penerobosan cara memperlakukan anak-anak hingga dapat meraih perubahan yang langsung dan abadi dalam hidup mereka.
Save the Children melibatkan anak-anak Indonesia untuk berpartisipasi secara aktif dalam dalam menunjukkan potensi mereka secara maksimal melalui program-program yang dirancang tersendiri berdasarkan kultural konteks dan tahap-tahap perkembangan mereka. Kami bekerjasama dengan komunitas-komunitas, organisasi-organisasi lokal dan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki hidup anak-anak Indonesia beserta keluarganya. Kami memberikan dukungan melalui bantuan praktis kepada pemerintah daerah dan organisasi-organisasinya dalam bentuk pengembangan perencanaan dan pelayanan.
Save the Children dengan dukungan dari IKEA Foundation memiliki tujuan yang konsisten dengan UNCRPD dan UNCRC (United Nations Convention on the Rights of Child) serta berkontribusi terhadap upaya pencapaian MDGs (Millenium Development Goals) khususnya tentang pemberantasan kemiskinan dan akses terhadap pendidikan, yaitu Anak dengan Disabilitas (AdD) dapat meraih hak mereka untuk menikmati kehidupan yang layak dalam kondisi yang bermartabat, mempromosikan kemandirian dan memfasilitasi anak untuk dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
[1] Undang-undang no. 19 th. 2011 mewajibkan negara untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas, meliputi hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan, dan perlakukan semena-mena, serta memiliki hak mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan persamaan dengan orang lain. Termasuk di dalamnya hak mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.
Leave a Reply