Menjadi perawat perawatan paliatif bagi anak-anak dengan kondisi penyakit yang mengancam jiwa seperti kanker dan HIV bukanlah hal yang mudah. Tidak hanya memberikan perawatan medis saja, namun yang tidak kalah penting adalah bagaimana membuat hari-hari mereka yang hanya punya sedikit harapan hidup menjadi lebih berkualitas dan berarti. Suster Rina Wahyuni, 34, perawat di Rachel House, memilih jalan pelayanan ini dengan sukacita.
Perawatan paliatif mengacu pada perawatan total untuk anak yang sakit parah, mulai dari pengelolaan nyeri dan gejala penyakit yang mengancam jiwa, hingga memberikan dukungan psikologis dan kepedulian bagi keluarganya. Di Jakarta, Rachel House, sebuah LSM lokal yang sering memberikan pelayanan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu, menyediakan pelayanan perawatan paliatif ini.
Suster Rina merasa bahwa perawatan paliatif berbeda dengan pengobatan biasa karena berfokus pada kualitas kehidupan pasien. “Perawatan paliatif berbeda dengan perawatan pada penyakit-penyakit ringan biasa yang berfokus hanya pada penyembuhan. Pasien perawatan paliatif bisa dikatakan berada dalam kondisi ‘sekarat’, jadi dengan memberikan dukungan emosional dan spiritual merupakan sebuah hal yang penting juga,” kata Suster Rina.
“Walaupun pada akhirnya pasien akan meninggal, hal yang paling penting sebelum dia meninggal adalah bahwa dia sudah siap secar psikologis dan spiritual, dan tidak menjadi stres karena penyakitnya,” tambahnya.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh pada dokter, sebagaimana halnya ilmu pengetahuan dan metodologi perawatan paliatif yang belum dipahami secara luas di Indonesia. Suster Rina menghadapi tantangan yang sama ketika dipindahkan dari ICU rumah sakit ke Rachel House pada bulan Desember 2008. Dia mengatakan bahwa hampir tidak ada literatur tentang perawatan paliatif yang tersedia pada waktu itu.
“Tantangan pertama yang saya hadapi adalah dalam memahami topik perawatan paliatif dan bagaimana melakukannya dengan benar,” katanya.
Namun melalui program kemitraan antara Singapore International Foundation (SIF) dan Rachel House yang menghasilkan program pelatihan perawatan paliatif dari tahun 2009 sampai 2012, Suster Rina dan rekan-rekannya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pasiennya.
SIF mengirimkan 8 tim multidisiplin dari Singapore International Volunteers (SIV), yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog dan pekerja sosial yang telah melatih sebuah tim inti yang beranggotakan tenaga profesional perawatan paliatif dari Indonesia yang terdiri dari staf Rachel House dan tenaga medis profesional dari institusi kesehatan lainnya.
Para relawan Singapura mengajar mereka tentang esensi perawatan paliatif – sebuah pendekatan holistik yang meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pengelolaan nyeri dan gejala, sementara mengintegrasikan dukungan emosional dari keluarga ke dalam rencana perawatan.
Bimbingan dari para relawan Singapura dalam hal pelaksanaan perawatan paliatif juga memungkinkan suster Rina untuk meningkatkan komunikasinya dengan orang tua pasien dan memberikan konseling bila diperlukan. “Sekarang saya lebih siap ketika harus menginformasikan orang tua pasien tentang prognosis penyakit anak mereka. Saya juga mencoba untuk mendidik para perawat tentang perawatan paliatif dengan apa yang saya pelajari dari relawan Singapura,” katanya dalam menegaskan peran yang mereka mainkan.
Lynna Chandra, pendiri Rachel House, berbagi, “Ketika kami memulainya, sementara kami tahu bahwa perawatan paliatif dibutuhkan di Indonesia, tak satu pun dari kami yang tahu bagaimana jadinya nanti, atau bagaimana kita bisa melatih tim medis profesional. Bagi kami sendiri, Rachel House tidak bisa membawa tim multidisiplin yang beranggotakan tenaga medis profesional untuk mengajarkan dan pada waktu yang sama memberikan pengetahuan dan esensi utama dari perawatan paliatif. Pelatihan yang dipimpin SIF membantu kami untuk mendapatkan kredibilitas dengan komunitas medis di Jakarta, terutama di awal-awal dan proyek ini memungkinkan Rachel House untuk mengembangkan dan memberikan pelayanan yang berkualitas jauh lebih cepat daripada yang kita bisa memiliki kita sendiri”.
Keberhasilan kerjasama antara SIF dan Rachel House termasuk pengakuan untuk Rachel House sebagai penyedia asuhan paliatif pediatrik yang terpercaya di Jakarta. Model perawatan rumah Rachel House didukung oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai model perawatan rumah untuk direplikasi di Indonesia. Hari ini, Rachel House menerima rujukan dari 8 rumah sakit umum, satu rumah sakit swasta dan 15 klinik kesehatan – yang semuanya belum mendengar tentang perawatan paliatif sebelum bekerjasama dengan Rachel House.
Hasil yang paling menggembirakan dari proyek ini datang dalam bentuk kepercayaan yang ditunjukkan suster Rina dan peserta pelatihan lainnya.” Dengan pelatihan SIF selama empat tahun dan dengan pengetahuan yang saya dapatkan, saya menjadi lebih percaya diri dalam menyebarkan dan mempromosikan perawatan paliatif,” katanya.
Saat ini, Suster Rina dan rekan-rekannya secara teratur berbagi pengalaman dengan tenaga medis profesional lainnya dalam seminar publik yang diselenggarakan oleh Rachel House. Mereka juga telah diundang oleh beberapa sekolah keperawatan untuk memberikan pengajaran pada perawatan paliatif, belakangan ini dilakukan di Bandung, Jawa Barat.
“Ini merupakan pengetahuan baru bagi kami di Indonesia ini dan saya percaya saya harus belajar terus menerus, sehingga saya bisa berbagi pengetahuan dan mempengaruhi rekan-rekan lainnya untuk menggunakan perawatan paliatif ke dalam praktek mereka,” kata Suster Rina yang berharap bahwa pemahaman perawatan paliatif akan tumbuh dalam komunitas medis Indonesia.
Bagi Suster Rina, hal yang paling memuaskan adalah ketika keluarga menerima kematian pasien, dan ketika pasien beristirahat dalam damai tanpa rasa sakit dan dengan keluarganya di sisi mereka. Saat-saat seperti ini yang memotivasi dia untuk melanjutkan pekerjaan yang berarti yang saat ini dia lakukan.
Kami membangun hubungan yang kuat antara Singapura dan masyarakat dunia, dan memanfaatkan persahabatan ini untuk memperbaiki kehidupan dan berdampak pada perubahan yang positif. Pekerjaan kami berpusat pada kepercayaan bahwa interaksi lintas budaya dapat memberikan wawasan yang memperkuat pemahaman. Pertukaran ini mengilhami tindakan dan memungkinkan kolaborasi untuk kebaikan.
Program kami membuat orang secara bersama-sama untuk berbagi ide, ketrampilan dan sumber daya di area-area seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan, seni dan budaya, mata pencaharian dan bisnis.
Kami melakukan ini karena kami percaya bahwa kita semua bisa, dan seharusnya, melakukan bagian kami untuk membangun dunia yang lebih baik, sesuatu yang kami impikan sebagai kedamaian, keutuhan, dan menawarkan kesempatan untuk semua orang.
Leave a Reply