Mewarisi darah pengusaha pasangan Indra dan Miranti Abidin, pendiri Fortune Indonesia, Indira Abidin berkibar dengan bendera Fortune Pramana Rancang (Fortune PR). Indira kini memimpin Fortune PR, sebuah sayap perusahaan dari Fortune Indonesia yang bergerak di bidang periklanan serta konsultan komunikasi. Di bawah kepemimpinannya, Fortune PR menjadi salah satu perusahaan periklanan terbaik di Indonesia. Perusahaan ini juga tercatat sebagai salah satu yang terbaik di kawasan Asia Tenggara.
Hal itu ditandai dengan penghargaan South East Asia Consultancy of the Year 2011. Meski binis inti perusahaan ini adalah komunikasi, Indira mengaku tidak pernah mengenyam pendidikan komunikasi massa secara formal melalui bangku kuliah. “Saya tidak pernah belajar PR, tidak pernah belajar komunikasi massa. Semua autodidak dan barangkali malah mendarah daging,” kata Indira mengawali perbincangan di Senin pagi, pekan lalu.
Kedua orang tua Indira merupakan salah satu pendiri Fortune Indonesia. Sedari kecil, Indira terbiasa dengan ritme pekerjaan kedua orang tuanya tersebut. “Setelah remaja, jadi asisten ibu mempersiapkan meeting dan lain-lain,” tambah Indira mulai berkisah. Saat ditemui Senin pagi itu, ibu satu putri ini baru usai memimpin rapat bersama para “warga” (sebutan untuk para pegawai di lingkungan kantor Indira).
Tak ada ruangan khusus sebagai ruang kerja Indira. Ia bebas berada di mana pun yang ia mau. Ini adalah bagian dari gaya kepemimpinan Indira agar lebih mudah untuk ditemui bawahannya. “Ya seperti ini perkerjaan saya. Berupaya menyamakan mimpi bersama bersama para warga,” tambah perempuan yang terlihat begitu enerjik dan mengaku workaholic ini.
Kendati sibuk, Indira tetap menempatkan urusan anak dan keluarga di urutan pertama. Dia mengantar sendiri putri tunggalnya, Hana Nabila, ke sekolah. Menjelang tidur, ia juga tetap berusaha untuk membacakan buku cerita bagi putri kecilnya yang kini berusia lima tahun. Ia mengajarkan nilai-nilai agama, tata krama, termasuk menanamkan nilai-nilai keperempuanan, seperti kedudukan perempuan, kewajiban dan tanggung jawab perempuan, termasuk bagaimana perempuan harus berperilaku, kepada putri semata wayangnya tersebut.
“Bagi saya, pekerjaan dan keluarga itu harus seimbang. Itu prinsip,” kata istri dari Siraj El Munir Bustami ini tegas. Menamatkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tidak membuat Indira merasa menemukan dirinya ketika terjun ke dunia kerja. Sebelum bergabung di Fortune, ia pernah bekerja di berbagai perusahaan, mulai dari perbankan hingga lembagalembaga riset ekonomi.
Namun, hatinya tak bisa terpaut di bidang itu, dan Indira pun memilih keluar dari pekerjaannya. “FEUI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) kan sekolahnya para menteri. Saya pikir, kalau saya belajar studi pembangunan di situ, bukan satu perusahaan yang akan saya bangun, tetapi satu negara,” kata Indira yang sejak kecil bercita-cita menjadi pengusaha. “Kalau jadi pengusaha, saya bisa menyuapi banyak mulut,” ujar dia.
“Ayo Sekolah”
Setelah keluar-masuk berbagai perusahaan dan menjajal berbagai profesi, Indira memutuskan untuk ikut bergabung ke Fortune Indonesia yang notabe merupakan perusahaan orang tuanya. “Saya bekerja di bagian hotline service untuk program kampaye ‘Ayo Sekolah’. Kerja saya kasih masukan kepada ibu-ibu yang akan menarik anaknya dari sekolah,” kenang Indira tentang awal keterlibatanya mengerjakan sebuah proyek tersebut.
Program “Ayo Sekolah” merupakan program kampanye yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Bank Dunia di era ’90-an, saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Di banyak negara, dampak krisis membuat orang tua menarik anak-anak mereka dari sekolah. Kampaye “Ayo Sekolah” menjadi salah satu program yang cukup sukses saat itu.
Progam itu mendapat bayak apresiasi dari dunia internasional, termasuk dari Bank Dunia karena dinilai berhasil mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya anak-anak tetap bersekolah. Angka putus sekolah pun bisa ditekan saat itu. “Ketika saya belajar tentang pendidikan di Amerika, saya baru tahu kalau pekerjaan yang saya lakukan mendapatkan banyak apresiasi di dunia internasional. Banyak studi kasus tentang pendidikan di Indonesia,” tambah Indira yang meraih gelar master of education dari Boston University pada 2001.
Saat bekerja di layanan hotline service, Indira bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat. Ia mendengar berbagai keluhan dan kesulitan yang mereka hadapi. Melalui layanan ini pula Indira mencoba memberikan pemahaman agar orang tua tetap membiarkan anak-anak mereka bersekolah dengan bantuan beasiswa pemerintah.
“Dari situ saya merasa kalau komunikasi itu penting sekali untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat,” ujar Indira. Komunikasi yang baik, lanjut Indira, akan membawa dampak besar untuk mengubah masyarakat. Perubahan cara pandang sampai perubahan perilaku orang, misalnya dari perilaku yang tidak sehat menjadi lebih sehat.
Contoh sederhana misalnya kampaye cuci tangan sebelum makan. “Dari situ saya berpikir Indonesia juga perlu komunikasi. Jadi saya rasa bukan hanya dengan memimpin perusahaan atau menjadi ekonom saya bisa mengubah dunia, tetapi ternyata melalui komunikasi malah saya bisa mendorong perubahan,” tambah Indira. Perlahan, melalui pekerjaan yang ia tekuni kini, Indira mengaku seperti menemukan dunianya.
Ia merasa mampu memberikan dampak yang positif seperti bagaimana sebuah perusahan yang awalnya tidak terkenal menjadi dikenal publik, bagaimana membuat brand yang rusak menjadi pulih kembali atau bahkan mendunia, atau bagaimana membuat sebuah perusahaan yang awalnya dikomplain terus menjadi lebih baik.
“Tidak hanya perusahaan swasta atau instansi pemerintah, tetapi juga masyarakat, bahkan masyarakat dunia,” kata Indira yang kini tengah mengerjakan proyek kampanye “World Toilet Day” sebagai sebuah kampanye global untuk kepedulian merawat toilet. “World Toilet Day” inilah yang dimaksud Indira sebagai bentuk dampak komunikasi yang mampu mengubah perilaku masyarakat dunia. Ia pun bercerita, ada miliaran penduduk dunia yang tidak memiliki toilet yang layak.
Dampaknya? “Ini sangat berpengaruh pada beragam aspek kehidupan masyarakat. Dan kita akan berkampanye untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik, lebih sehat, melalui ‘World Toilet Day’ ini,’ ujar dia. Di Fortune PR dan bergelut dengan pembangunan personal branding, periklanan, komunikasi massa, dan lain-lain membuat Indira merasa menemukan dunianya.
Di bidang ini juga Indira merasa benar-benar hidup. “Bisa melakukan kampanye kemudian melakukan perubahan yang positif di masyarakat, ini adalah pekerjaan yang memberikan kepuasan tersendiri bagi saya,” ujar Indira. Bagi Indira, sebuah pekerjaan bukan hanya urusan mencari uang ataupun nafkah, tapi juga kesempatan melakukan perubahan ke arah yang lebih positif pada masyarakat. “Dengan cara ini, peran kita sebagai khalifah di Bumi lebih terasa,” tutup Indira. nanik ismawati
Menebar Ilmu dan Kasih Sayang
“Sebagai bentuk syukur, saya ingin punya panti asuhan.”
Indira merupakan sosok perempuan yang selalu memiliki keinginan berbagi ilmu dan berupaya membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Tak aneh jika akhirnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memilihnya sebagai satu dari 36 perempuan penerima “Anugerah Perempuan Indonesia 2012” beberapa waktu lalu. “Mungkin karena saya paling rajin, paling aktif sebagai pengajar, public speaker, dan lain-lain. Paling terlihat dalam membangun personal branding,” kata Indira mengirangira alasan dia terpilih.
Tapi yang pasti, sedari kecil Indira mengaku memang paling gemar tampil di depan. “Itu sudah bawaan mungkin,” ujar dia sambil tertawa. Indira kecil terbiasa menjadi guru bagi teman-teman seusianya. Baginya, hidup harus penuh arti. Manusia di mata Indira tidak hanya hidup dan menjalani kehidupannya, tetapi masing-masing individu harus mampu menjalankan peran sebagai khalifah di Bumi untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.
“Dengan berbagi ilmu, semua lebih terasa maknanya,” tambah Indira. Sedari kecil, Indira mengaku gemar menimba berbagai ilmu baru. Lulusan Boston University ini juga suka “gatal” jika tidak membagikan ilmu yang ia punya kepada orang lain. Apakah itu melalui forum resmi seperti seminar-senimar, kampanye, atau bahkan melalui jejaring sosial.
“Sayang kayaknya kalau punya ilmu itu tidak dibagi. Sekarang kan lebih mudah berbagi ilmu. Ngetwiit saja, beres,” ujar Indira lagi-lagi tertawa. Menurut dia, setiap orang perlu membangun jaringan. Tidak hanya untuk membangun relasi, tetapi juga untuk dapat berbagi ilmu dengan orang lain.
Panti Asuhan
Keinginan terus berbagi juga ditunjukkan Indira dalam bentuk aksi nyata. Ia mengantongi izin membuka panti asuhan yatim piatu dari sebuah yayasan panti asuhan anak yatim piatu di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. “Jadi saya sudah dapat izinnya. Ayo, kalau ada informasi bayi yang dibuang, kasih tahu ke saya,” kata Indira. Keinginan menampung anak yatim, menurut Indira, juga merupakan obsesinya sejak ia memiliki anak.
“Karena saya lama tidak punya anak, jadi sebagai bentuk syukur, saya ingin punya panti asuhan,” ujar Indira. Kini, rasa syukur itu dia tunjukkan dengan berbagi kamar di rumahnya sebagai tempat penampungan bayi-bayi yang ditinggal orang tua mereka. “Saya pilih dari bayi agar lebih mudah membentuknya,” kata Indira yang mengaku kerap menangis saat menyaksikan tayangan berita bayi dibuang oleh orang tuanya.
Ia berharap suatu hari tidak hanya menampung bayi-bayi, tetapi juga bisa membangun panti asuhan yang bisa menampung lebih banyak anak yatim. Selain membangun panti asuhan, Indira memiliki keinginan berbagi ilmu dengan menulis buku. “Saya ingin menulis tentang aplikasi kehumasan, periklanan, juga tentang anak-anak. Itu adalah dunia yang saya senangi dan saya ingin menulisnya dalam buku,” ujar Indira. nanik ismawati.
Leave a Reply