Dalam era globalisasi baru, semakin banyak orang yang menjadi prosumer, menggunakan internet untuk memproduksi sekaligus mengonsumsi data yang dengan mudah dapat diakses dalam ribuan situs online. Para penikmat dan pengguna internet saat ini mulai diklasifikasikan sebagai pengguna aktif, mengamati dan menciptakan konten pada saat yang bersamaan, mempengaruhi penyebaran informasi dan pembangunan opini melalui media sosial.
Siklus ini telah menciptakan situasi baru dimana kita berada dalam situasi abu-abu. Kita dibombardir banyak informasi secara instan tanpa mengetahui validitas dari konten informasi itu sendiri dan resiko-resiko yang ditimbulkan dari pendapat atau keterangan yang tidak tepat atau salah. Komentar atau penilaian negatif seseorang mengenai sebuah brand dapat dengan cepat mempengaruhi para pembacanya dalam media sosial. Para pengguna internet saat ini pun lebih mendengarkan dan memercayai informasi yang mereka dapatkan dari kerabat dan keluarga, termasuk yang didapat melalui media sosial. Beberapa NGO internasional bahkan menggunakan media sosial untuk menekan perusahaan-perusahaan besar dunia. Para aktivis mengadakan class action di media sosial. Mereka tidak lagi berdemo di jalan, tapi menjaring perhatian dunia, mendorong petisi dan fund raising melalui media sosial.
Jika perusahaan atau brand tidak tanggap dan berpartipasi dalam media sosial, mereka akan kehilangan kesempatan untuk mengetahui aspirasi terdalam dari konsumen dan kelompok stakeholder lainnya. Mereka bisa kalah cepat dengan kompetitor dalam menembak dan menjawab kebutuhan konsumen secara jitu dan memenangkan pertempuran pasar. Mereka juga kehilangan kesempatan menyampaikan pesan atau mengkomunikasikan nilai-nilai positif brand dari berbagai sudut pandang. Bisa dibilang brand/perusahaan yang aktif berpartisipasi langsung bergaul dengan konsumen dan stakeholder lainnya di media sosial mempunyai keunggulan kompetitif dalam industrinya.
Data kuantitatif dari penggunaan media sosial, khususnya Facebook dan Twitter di Indonesia menyebutkan, bahwa 15% tweet di dunia berasal dari masyarakat Indonesia, bahkan per Januari 2011 ada sekitar 4.883.228 akun twitter yang berasal dari Indonesia dan sekaligus menempatkan Indonesia di urutan kedua untuk jumlah akun Facebook terbesar di Dunia. Tentu, dengan data statistik tersebut bisa dilihat betapa besarnya potensi yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengembangkan peluang-peluang baru atau melakukan inovasi untuk bertahan ditengah persaingan bisnis.
Hal inilah yang membuat peran Digital Public Relations (PR) sangat penting. Media PR kontemporer kini terdiri dari media massa online (newspaper online, magazine online, digital radio, digital television); media non-massa online (chatting, teleconference, videoconference); dan media sosial online (Facebook, Twitter, Blog).
Ada beberapa hal yang perlu digunakan untuk suksesnya sebuah kegiatan digital public relations di media sosial, yaitu:
1. Membangun kompetensi seluruh karyawan sebagai brand ambassador di media sosial
Setiap karyawan yang memiliki blog, akun facebook dan twitter dapat menjadi publisher bagi brand, baik positif maupun negatif. Tanpa mereka sadari mereka adalah representasi brand di media sosial. Kegiatan media sosial yang dilakukan karyawan secara negatif dapat merusak citra perusahaan. Maka setiap karyawan perlu diberdayakan menjadi ambasador di media sosial dengan memahami “do’s and dont’s” komunikasi media sosial. Komunikasi yang dilakukan secara positif oleh karyawan akan dapat membangun citra positif bagi brand. Manual media sosial dan pelatihan menjadi sangat penting dalam hal ini.
2. Memantau percakapan online secara real time
Hal ini memungkinkan brand untuk mengetahui aspirasi konsumen, dan stakeholder, mengidentifikasi network C&D (Connect and Develop, versus R&D), mengidentifikasi segmentasi pelanggan, influencer baik positif maupun negatif dan mengantisipasi isu negatif bahkan potensi krisis.
3. Membuat konten yang menarik dalam kampanye PR untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Membuat video yang menarik berkaitan dengan brand, produk dan layanan kita serta mengirimkan link video tersebut melalui twitter, facebook, dan media sosial lainnya adalah salah satu contoh dari taktik ini. Kita juga dapat membuat tagline yang mudah diingat sebagai salah satu karakteristik brand kita dan menyebarkannya secara konsisten melalui media sosial.
4. Membangun hubungan baik dengan influencer di media sosial
Tujuannya untuk membangun dukungan para influencer di media sosial. Apabila mereka mengenal baik produk atau layanan perusahaan/brand kita, mereka dapat mempengaruhi opini net citizen serta meningkatkan citra perusahaan kita.
5. Berkomunikasi dengan reguler dan konsisten, menyampaikan pesan-pesan yang bermanfaat bagi komunitas media sosial
Dengan komunikasi yang konsisten, brand akan selalu tampil fresh, menarik, menggelitik bahkan memotivasi serta menginspirasi komunikasi media sosial. Hal inilah yang membangun “value” dari interaksi brand dengan komunitasi media sosialnya.
6. Mengelola keluhan (complaint)
Ingat, krisis dapa dimulai dari keluhan. Keluhan yang dikelola dengan baik berpotensi membangun citra yang baik bagi brand
7. Melakukan evaluasi secara reguler
Brand perlu memahami efektifitas kegiatan media sosialnya, dan harus mampu memberikan rekomendasi pada penentu kebijakan perusahaan berdasarkan evaluasi yang valid atas dampak kegiatan media sosial terhadap reputasi dan pencapaian target-target perusahaan.
Dapat dilihat dari penjelasan di atas bahwa media sosial tidak hanya mempengaruhi kegiatan pemasaran, tapi juga operasional perusahaan serta citra dan reputasi perusahaan secara keseluruhan. Tentu hal ini perlu menjadi domain para pengambil kebijakan secara umum.
Apabila anda membutuhkan bantuan kami melakukan hal-hal di atas, silakan hubungi: nbd@fortunepr.com
Image sources: vk.com, sandhill.com
Leave a Reply